Sebab-sebab yang memicu siksa kubur yang menimpa penghuni alam barzakh terbagi menjadi dua macam:
Pertama,
sebab umum yaitu mereka disiksa karena kejahilan mereka terhadap Allah,
tidak menunaikan ketaatan dan melakukan kemaksiatan. Allah tidak
menyiksa ruh yang mengenal-Nya, mencintai-Nya, mengikuti perintah-Nya,
menjauhi larangan-Nya dan tidak menyiksa badan untuk selamanya selagi
kondisi ruhnya demikian. Dan siksa kubur dan azab akhirat menimpa
seorang hamba akibat murka dan marah Allah kepadanya. Siapa yang
perbuatannya mengundang murka dan marah Nya di dunia dengan melakukan
maksiat sampai mati belum sempat bertobat, maka ia mendapat siksa kubur
sesuai kadar murka dan marah Allah kepadanya.
Kedua, sebab khusus
sebagaimana yang dikabarkan Rasulullah tentang dua orang yang disiksa di
alam kuburnya: orang yang pertama disiksa karena namimah di tengah
manusia dan orang yang kedua disiksa karena tidak menjaga percikan
kencing. Kemudian beliau juga menyebutkan orang disiksa karena shalat
tanpa bersuci, orang disiksa karena melewati orang teraniaya tapi tidak
menolongnya, orang disiksa karena diberi Al-Qur’an tapi tidak shalat
malam dan tidak mengamalkannya, mereka disiksa karena berzina, mereka
disiksa karena memakai harta riba, mereka disiksa karena malas shalat
subuh, mereka disiksa karena tidak mau membayar zakat, mereka disiksa
karena menyulut api fitnah di tengah umat manusia, mereka disiksa karena
sombong dan congkak, mereka disiksa karena beramal riya, dan mereka
disiksa karena suka mengumpat dan menghina orang lain.1
Akan tetapi mayoritas siksa kubur
diakibatkan karena tidak menjaga percikan kencing, ghibah atau namimah
sebagaimana yang dijelaskan Nabi صلي الله عليه وسلم dalam sabdanya:
إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا
يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ
الْبَوْلِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ أَخَذَ
جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ
وَاحِدَةً قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ
لَعَلَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا
“Sesungguhnya
keduanya disiksa dan keduanya tidak disiksa dalam perkara besar. Adapun
yang pertama tidak menjaga dari percikan kencing dan yang kedua berjalan
di muka bumi dengan namimah”. Kemudian beliau mengambil pelepah kurma
basah dan membelah menjadi dua lalu beliau menancapkan pada setiap
kubviran satu pelepah kurma. Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, kenapa
engkau melakukan itu?” Beliau bersabda, “Mudah-mudahkan diringankan
(siksa kubur) dari keduanya, selagi (pelepah kurma itu) belum kering.” 2
Bahkan kencing menjadi faktor utama dan
dominasi siksa kubur seperti yang telah ditegaskan sebuah hadits dari
Abu Hurairah رضي الله عنه bahwa Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda:
أَكْثَرُ عَذَابِ اَلْقَبْرِ مِنْ اَلْبَوْلِ
“Kebanyakan azab kubur dari kencing.” 3
Imam Qatadah berkata, “Sesungguhnya mayoritas siksa kubur berasal dari tiga perkara: ghibah, namimah dan kencing.”4
Sebagian ulama menyingkap alasan, kenapa mayoritas siksa kubur
disebabkan percikan kencing, namimah atau ghibah. Karena kuburan adalah
rintangan pertama kali akhirat dan di dalamnya terdapat berbagai macam
kejadian sebagai rentetan peristiwa yang akan terjadi setelah Hari
Kiamat, baik berupa siksa atau pahala.
Sedangkan maksiat yang
dilakukan seorang hamba ada dua macam, yakni maksiat yang terkait dengan
hak Allah dan maksiat yang terkait dengan hak hamba.
Sementara hak Allah yang pertama kali dihisab adalah shalat dan hak hamba yang pertama dihisab adalah darah.
Adapun di alam Barzakh diputuskan pembuka dan pemicu utamanya,
sementara pembuka shalat adalah bersuci dari hadats dan najis sedangkan
pembuka pertumpahan darah adalah namimah dan ghibah. Dan keduanya
merupakan dosa paling mudah terjadi, sehingga awal perhitungan dan
siksaan di alam Barzakh dimulai dengan kencing dan namimah atau ghibah.5
Catatan Kaki:
Lihat al-lrsyad lla Shahihal-lqtiqad, Syaikh Shalih al-Fauzan, hl. 321-322.
Telah berlalu takhrij-nya.
Shahih, HR. Ahmad dan Ibnu Majah serta dishahihkan Syaikh al-Albani dalam Irwaul Ghalil (280).
Lihat Syarhus Sudur, Imam as-Suyuthi, hal.162.
Lihat Kitab Majmu Rasail Ibnu Rajab, risalah Ahwalul Qubur, hal.142-143.
Sumber : http://smulsa.sch.id/html/index.php?id=artikel&kode=56
Belum ada tanggapan untuk "PEMICU UTAMA SIKSA KUBUR"
Post a Comment